Sukses

Pat Gulipat Mafia Pajak

Nominal gaji aparat pajak yang terbilang istimewa, dimaksudkan agar tak tergiur korupsi. Namun, manusia tetaplah manusia, tak akan menolak jika melihat peluang lebih. Gayus Tambunan salah satunya.

Liputan6.com, Jakarta: "Hari ini nggak bayar pajak, apa kata dunia?" Iklan dan kampanye dari Direktorat Jenderal Pajak ini sering didengar. Tapi, kini iklan itu seperti menampar muka sendiri. Terutama, setelah aparatnya, Gayus Halomoan Tambunan, kedapatan mencurangi uang pembayar pajak.

Kecurigaan akan adanya mafia pajak ditiupkan Komisaris Jenderal Polisi Susno Duaji, setelah dirinya dipecat sebagai Kepala  Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Bahkan, Susno menuduh dua jenderal dan jaksa menerima suap dari kasus Gayus, namun hal ini yang langsung dibantah. Korps kepolisian gerah dengan tuduhan Susno karena sebenarnya penyelidikan kasus Gayus dilakukan saat Susno menjadi Kabareskrim.

Perkara pajak memang bisa menjerat banyak kalangan. Tengok saja, situasi Pengadilan Pajak di Gedung Departemen Keuangan, Jakarta, yang tak pernah sepi. Hampir setiap hari puluhan orang yang tersandung perkara pajak memenuhi tempat ini. Sebagian besar adalah pengusaha, baik lokal maupun multinasional. Pengadilan pajak jumlahnya hanya satu di Indonesia. Maka tak mengherankan, bila banyak kasus pajak yang menumpuk. Mudah ditebak, penanganan kasus pajak menjadi lamban.

Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang biasanya disebut mafia pajak. Kepada tim Sigi, salah seorang konsultan pajak mengakui kerap harus menyuap hakim dan pegawai Ditjen Pajak. Untuk keberatan pajak senilai lebih Rp 10 miliar, sekitar Rp 2 miliar harus disiapkan. Sebelum menyuap oknum hakim dan panitera di Pengadilan Pajak, sang makelar biasanya terlebih dulu menyuap petugas pajak.

Pembicaraan dan lobi kerap terjadi. Termasuk di ruang Pengadilan Pajak yang merupakan satu-satunya lembaga peradilan pajak di Indonesia. Kemungkinan besar inilah yang dilakukan oleh Gayus sebagai pegawai Ditjen pajak rendahan yang ditemukan memiliki rekening tabungan lebih dari Rp 25 miliar.

Gayus Tambunan mengaku kepada tim Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, perbuatannya juga dilakukan lebih 10 pegawai pajak lainnya. Peradilan pajak tampaknya menjadi salah satu masalah penting, tapi kurang mendapat pengawasan. Walau sudah memperoleh gaji yang lebih banyak dari pegawai negeri lainnya, bujuk rayu untuk membuat kecurangan tetap mudah dilakukan.

Setelah menjadi pegawai negeri, kehidupan Gayus bergelimang kemewahan. Rumah Gayus yang mewah dan elite di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pun jadi sorotan. Istri Gayus yang selama ini bekerja sebagai staf Ketua DPRD DKI Jakarta pun diakui rekan-rekannya juga terlihat hidup mewah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh tim Sigi, Gayus mendapat uang sebesar Rp 28 miliar dari beberapa wajib pajak yang dikumpulkan di Bank Panin. Dari rekening Selly Amalia yang masih merupakan kerabat Gayus, dana dipecah lagi ke tiga rekening, yaitu atas nama PT Perdana Karya Perkasa, perusahaan terkemuka di Samarinda, Kalimantan Timur, PT Pancasatria, dan sebuah perusahaan investasi asing PT Etrading Securities.

Ketika dihubungi di Samarinda, pihak PT Perdana Karya Perkasa menolak memberikan keterangan. Tapi, perusahaan yang telah go public ini memiliki banyak aset seperti hotel dan pertambangan. Dari rekening utama Gayus, juga terdapat aliran dana ke Andi Kosasih. Dari rekening pengusaha asal Batam ini juga mengalir ke rekening BCA atas nama Erlin Kosasih. Awalnya, ia beralasan itu adalah transaksi jual beli tanah dengan Gayus, namun akhirnya Andi Kosasih ditetapkan sebagai tersangka.

Tim Sigi yang menelusuri jejak Andi Kosasih, hanya mendapati rumah toko atau ruko di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, telah kosong. Gayus juga memindahkan ke tabungannya ke rekening Bank Mandiri senilai Rp 10 miliar. Kemudian melakukan lima kali transfer ke rekening sang istri, Meliana Anggraieni, senilai Rp 2,77 miliar. Hingga penyelidikan berlangsung, masih ada sisa dana 300 juta rupiah di rekening Gayus dan 700 juta rupiah di rekening istrinya.

Hasil penyelidikan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri menemukan beberapa bukti dugaan korupsi Gayus karena menerima Rp 370 dari PT Megah Jaya Citra Garmindo Sukabumi. Tapi, investigasi yang dilakukan tim Sigi mendapati perusahaan milik Sun Yon Tae, warga negara Korea Selatan, yang terletak di kompleks Daihan Industrial Estate, Sukabumi, Jawa Barat, telah bangkrut.

Tahun 2007 adalah tahun permasalahan pajak yang dilakukan Gayus. Kini perusahaan telah berganti nama menjadi PT YM Star milik pengusaha Korea lain, tetapi masih dengan bidang usaha yang sama, yaitu garmen. Kegiatan seperti ini, menurut seorang konsultan pajak adalah modus yang biasa dilakukan dalam pat gulipat pajak. Selain dengan perusahaan asing, kecurangan pajak biasanya juga dilakukan dengan menggunakan perusahaan-perusahaan kecil.

Kepada tim Satgas Pemberantsan Mafia Hukum, Gayus Tambunan mengaku tidak bekerja sendiri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil tindakan tegas, membebastugaskan 10 atasan langsung Gayus di unit tempat Gayus bekerja. Namun beberapa pejabat lain termasuk Direktur jenderal Pajak saat ini belum diperiksa. Pada 2007 saat kasus ini diperiksa polisi, Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo, masih menjabat Direktur Intelijen dan Penyidikan.

Sejak dilakukan reformasi pajak pada 2007, gaji pegawai pajak seperti diistimewakan. Seperti gaji Gayus yang hanya golongan 3A, tapi telah membawa pulang Rp 12 juta per bulan. Padahal, dengan golongan yang sama di departemen lain, biasanya hanya mendapatkan gaji sekitar dua juta rupiah. Artinya, gaji besar belumlah menjadi jaminan tidak adanya korupsi.

Seorang konsultan pajak yang banyak menemui petugas pajak yang curang, merasa pesimistis bahwa mafia pajak bisa diatasi dengan cepat. Skandal pajak Gayus Tambunan menjadi cermin rentannya pegawai pajak tergiur uang haram. Maka sudah sebaiknya slogan "lunasi pajak, awasi penggunaannya" sudah harus ditambah menjadi "lunasi pajak, awasi aparat pajaknya".(PAG/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini