Sukses

Sunyi di Dukuh Sidowayah

Puluhan orang dari 2.600 penduduk Dukuh Sidowayah, Ponorogo, Jatim menderita tuna rungu, idiot, dan sakit gondok. Miskinnya kandungan yodium dalam tanah dan air diduga penyebabnya.

Liputan6.com, Ponogoro: Salah satu misteri kehidupan adalah kehadiran manusia di muka bumi. Bahkan Yang Maha Pencipta mengodratkan manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk hidup lainnya. Namun kehendak Yang Maha Berkehendak ini juga merupakan misteri yang sulit diungkap. Karena di antara makhluk yang sempurna ini terdapat yang tidak sempurna. Mereka seakan hidup dalam dunianya yang sunyi. Kesunyian itu begitu terasa di Dusun Dukuh Sidowayah, sekitar 10 kilometer dari Kota Ponogoro, Jawa Timur.

Ati, siang itu, berjalan tak tentu arah. Ati tidak seperti lazimnya wanita dewasa. Meski umurnya sudah 30 tahun, Ati belum bisa mandiri. Selain menderita bisu dan tuli, mental Ati juga terganggu. Orang-orang Dukuh Sidowayah memanggilnya "Mendo". Ia sering berkeliling kampung tanpa pernah diusik warga kampung. Ia seakan menjadi pemakluman bagi warga setempat. Ati adalah sulung dari pasangan normal, Sarti dan Sarkim. Adik-adik Ati juga memiliki fisik sempurna.

"Kalau masalah sosial sewaktu aku kecil, terbelakang karena transportasi tidak baik, becek dan jalan naik turun. Kondisi warga terlalu miskin dan tidak ada pendidikan, dinas kesehatan juga tidak masuk. Akhirnya banyak orang idiot dan menderita sakit gondok," tutur Sulyono, kamituo (kepala dusun--Red) Dukuh Sidowayah.

Ati tidak sendirian. Maryono juga bernasib sama. Memasuki usia 40 tahun, Maryono belum sanggup berbuat apapun selain mencabuti rumput di pinggir dan mengumpulkan kantong plastik bekas. Entah untuk apa. Tragisnya suratan buruk Maryono juga dipunyai adik kandungnya, Jumirah. Jumirah mengidap cacat ganda dan cacat mental. Martini, kakak Jumirah pun tak memiliki kecerdasan sempurna. Padahal orang tua mereka, Mbah Ginem dan Mbah Painem normal. Kalau pun Mbah Painem lumpuh, itu bukan akibat faktor keturunan.

Mbah Ginem dan Mbah Painem bukan berasal dari daerah yang sama sehingga mereka tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori perkawinan sesama saudara. Karena itu mereka tak bisa menjawab pertanyaan kenapa ketiga anaknya menderita cacat. Kenyataan pahit tersebut ditanggung Mbah Ginem. Lelaki yang memasuki usia senja itulah yang membanting tulang menghidupi keluarga. Ia menjadi buruh tani dengan upah Rp 10.000 sehari. Satu-satunya kebesaran Ilahi yang bisa direguk adalah kehadiran anak-anak Martini, Sulastri dan Sugeng serta putri tunggal Jumirah, Indriyani. Mereka lahir sempurna dan cerdas.

Kisah keluarga sunyi dengan orang tua normal, namun anak-anak cacat ganda dan cacat mental juga menimpa keluarga Mbah Basirah. Hasil perkawinan dengan almarhum Mbah Kasini, ia dianugerahi tujuh anak. Anak sulungnya, Tinem dan anak bungsu, Tajem lahir juga bernasib sama seperti kaum Mendo lainnya. "Sejak sepuluh tahun lalu dilakukan survei, dan memang penderita kekurangan yodium adalah masalah yang sangat besar di Dusun Sidowayah," kata petugas medis Pretty Berlian Oktaviani. Pretty menjelaskan, ada tingkatan dalam penderita kekurangan yodium. "Mulai dari ringan seperti timbul gondok sampai tingkat berat yang biasanya terjadi saat ibu hamil. Seperti catat fisik maupun mental," kata Pretty.

Dari 2.600 penduduk Dukuh Sidowayah, puluhan di antaranya menderita cacat ganda dan cacat lainnya. Menurut Sulyono, para penderita cacat itu tersebar di 11 rukun tetangga. Mereka rata-rata berusia di atas 30 tahun dan belum pernah ditangani pihak manapun, sehingga keadaannya tidak pernah menjadi lebih baik. Walhasil Sulyono membantu mereka seadanya dibantu tim medis dari Puskesmas Jambon. Keinginan menghentikan laju perkembangan kaum Mendo harus dibayar dengan kerja keras. Petugas medis kerap harus menapaki jalan terjal untuk bisa mencapai desa-desa terpencil.

Kampung Wonopuro misalnya. Kampung ini berada di atas Bukit Bangkong dan diapit Gunung Lumbung. Ada sekitar 150 jiwa bermukim di sana. Sebagian di antara penduduknya termasuk kaum Mendo. Mereka harus berjuang menghadapi hidup karena alam pun tidak bersahabat. Kandungan tanah dan air diduga miskin yodium sehingga selain "diramaikan" kaum Mendo, Kampung Wonopuro juga penuh penderita gondok dan bertubuh kerdil.

Tidak ada yang tahu kapan kesunyian beranjak dari Dukuh Sidowayah. Namun lewat tangan-tangan mulia, jumlah penderita cacat ganda dan gondok mulai menurun. Artinya kaum "Mendo" hanya tertinggal pada kaum dewasa. "Harapan saya untuk mengatasi kekurangan gizi, cacat mental, dan gondok, saya mohon Dinas Kesehatan selalu terjun ke masyarakat," kata Sulyono.(KEN/Tim Potret)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini