Sukses

Cerita dari Rerumputan

Suket atau rumput bagi Slamet Gundono merupakan filosofi bahwa hidup itu harus terus berjalan dengan penuh ketabahan dan tawakal walau tertimpa apa pun. Suket juga menjadi simbol semangat hidup untuk terus berkarya.

Liputan6.com, Solo: Ayam jago baru saja berkokok menandakan pagi telah tiba. Tampak seorang pria bertubuh tambun berjalan kaki menyelusuri jalan-jalan di sebuah desa di Solo, Jawa Tengah, belum lama ini. Tidak segan ia menyapa orang-orang yang berpa-pasan dengannya. Tiba di sebuah halaman seperti panggung, Slamet Gundono, nama lelaki itu, langsung menembangkan sebuah lagu Jawa sambil berjalan kesana kemari. Bahkan sesekali tubuhnya berguling di atas panggung yang disemen.

Slamet Gundono adalah pencetus pementasan wayang suket. Ide itu ia dapat secara tak sengaja pada 1999. Kenapa dinamakan wayang suket, karena wayang yang dimainkan terbuat dari rumput atau dalam bahasa Jawa disebut suket.

Rumput memang dengan mudah bisa ditemukan di mana saja. Tetapi biasanya rumput yang dirangkai dan dijadikan wayang adalah rumput teki, rumput gajah, atau mendong, alang-alang yang biasa dianyam menjadi tikar. Kesemuanya memiliki tekstur kuat dan bentuk yang panjang-panjang.

Wayang suket tak mempunyai bentuk yang baku, seperti halnya tokoh dalam wayang kulit atau golek. Sekilas rumput-rumput tersebut memang dibentuk laksana wayang kulit, yang dapat dimainkan dengan tangan. Namun untuk membedakan tokoh yang satu dengan lainnya sangat sulit. Sebab bentuknya yang hampir serupa.

Pementasan wayang suket berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya. Tidak ada pelepah pisang yang biasa digunakan untuk menaruh wayang. Selain itu, dalang pun berhadapan langsung dengan penonton tanpa pembatas. Tidak mengherankan, yang menyaksikan pementasan wayang suket bisa tertawa terpingkal-pingkal. Bukan lantaran semata-mata ceritanya lucu. Namun aksi Slamet Gundono dalam pertunjukan yang terkadang berguling-guling sambil memainkan wayang juga menjadi pemicunya. Bahkan sesekali pria bertubuh ekstra besar ini mentas tanpa mengenakan baju.

Bagi lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta ini, rumput merupakan sebuah filosofi bahwa hidup itu harus terus berjalan dengan penuh ketabahan dan tawakal walau tertimpa apa pun. Karena itu kata Slamet, sebagai manusia kita jangan mudah dan rapuh. Contohlah suket, meski diinjak dan dipotong tetap tumbuh. "Tumbuhan yang selalu berada di bawah dan selalu diinjak tetapi dia selalu menunjukkan intensitasnya untuk bisa hidup," kata pria dengan berat badan 300 kilogram ini.

Tidak heran, jika Slamet menjadikan suket sebagai simbol semangat hidup. Seperti semangat dirinya
untuk selalu berkreatifitas di setiap pertunjukan wayang suket. Daya tumbuh dan kemampuan hidup diharapkan mampu terus menghangatkan semangat berkarya Slamet Gundono serta seniman-seniman lain, khususnya, dan masyarakat umumnya.(BOG/Tim Potret)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.