Sukses

Magnet Zaman Prasejarah Kalumpang

Desa Kalumpang, Sulbar, menyimpan bukti benda masa bercocok tanam peninggalan zaman prasejarah bangsa Austronesia. Seorang arkeolog Belanda memboyong delapan karung benda berusia ribuan tahun tersebut.

Liputan6.com, Mamuju: Desa Kalumpang berada sekitar 60 kilometer dari Mamuju, Sulawesi Barat. Sekitar 4.000 jiwa berdiam di sejumlah dusun di kawasan ini. Meski penduduk setempat banyak memiliki kesamaan dengan Suku Toraja, mereka menyebut dirinya Suku Kalumpang. Sebab mereka percaya adat istiadat yang dipunyai berbeda dengan orang-orang Toraja. Keunikan budaya ini begitu terasa ketika tetua adat setempat mengumandangkan ma`ole. Ma`ole merupakan tradisi lisan yang berisikan pesan-pesan kebaikan yang disampaikan dalam bentuk nyanyian.

Menariknya, Kalumpang senantiasa menjadi ajang penelitian para arkeolog untuk mendapatkan benda zaman prasejarah. Persisnya masa bercocok tanam bangsa Austronesia--nenek moyang suku-suku di Sulawesi. Pecahan mata beliung dan gerabah yang tersisa akhirnya menjadi bukti tak ternilai. Pada 1933, A.A. Cense dan Van Stein Callenfels, dua arkeolog Belanda, memulai upaya pencariannya. Berbagai temuan yang didapat menarik arkeolog Belanda lainnya, H.R. van Heekeren atau Tuan Delapan. Pada 1949, Van Heekeren juga mencoba menemukan benda-benda berharga itu. Seperti pendahulunya, ia pun harus menyusuri Sungai Karamah selama hampir sepekan untuk mencapai Kalumpang.

Hasil riset Cense dan Callenfels lantas mengarahkan Van Heekeren ke Bukit Kamasi di desa itu. Sebelumnya, arkeolog Belanda ini telah melakukan penggalian atau ekskavasi di Desa Dikkendeng, dekat Muara Sampaga. Penggalian di bukit ini menghasilkan banyak temuan. Seorang warga yang mengikuti proses penggalian itu menuturkan Van Heekeren mendapat banyak contoh mata beliung dari batu dan gerabah. Ia juga melihat arkeolog Belanda tersebut memboyong delapan karung berisi bukti-bukti otentik berumur ribuan tahun.

Saat itu Van Heekeren sempat menyangkal pendapat bahwa beliung dan gerabah yang didapatnya berasal dari zaman prasejarah. Ia memperkirakan usia benda-benda tersebut sekitar 600 tahun atau berasal dari abad ke-13. Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa tingkat kehidupan bangsa Austronesia di daerah ini begitu terbelakang dibanding kawasan lain. Sebab mereka masih menggunakan beliung batu sebagai salah satu alat bercocok tanam. Alat yang disebut-sebut memiliki kemiripan dengan benda-benda zaman prasejarah.

Namun Van Heekeren kemudian terpaksa mengubah pendapatnya. Sewaktu hendak meninggalkan Kalumpang, ia malah menemukan situs Minanga Sippako. Ada mata kapak berbagai bentuk dan ukuran, pecahan gerabah, dan gerabah utuh. Tak urung temuan ini membuat Tuan Delapan yakin usia benda-benda itu berasal dari zaman prasejarah. Atau tepatnya dari masa bercocok tanam tatkala Kalumpang memulai berladang. Masa yang menandai beralihnya pola pencarian sumber makanan dari berburu menjadi berladang. Saat itu manusia memang menggunakan beliung batu sebagai salah satu alat membuka dan mengolah lahan.(MAK/Tim Potret SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini