Sukses

Pencarian Manusia Perahu Belum Berakhir

Meski menerjunkan periset dari anggota Suku Bajo, tim ekspedisi belum juga menemukan keberadaan manusia perahu Suku Bajo di kawasan Pulau Sulawesi. Perjalanan terus berlanjut untuk menyibak misteri kehidupan Suku Bajo.

Liputan6.com, Bombana: Misteri Suku Bajo yang bermukim di atas perahu, senantiasa menarik perhatian para peneliti dan masyarakat di luar Pulau Sulawesi. Kehadiran manusia-manusia perahu itu seakan teka-teki yang mesti diburu kebenarannya. Kabar terakhir, para nelayan di kawasan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, masih melihat kehadiran Seanomade atau manusia perahu tradisional itu. Jawaban terpasti, tentu saja harus didapat dengan mendatangi langsung pulau-pulau yang biasa disinggahi manusia-manusia perahu itu.

Suku Bajo dikenal sebagai pelaut-pelaut yang tangguh. Namun sejarah lebih mengenal Suku Makassar, Bugis, dan Mandar sebagai raja di lautan. Padahal Suku Bajo pernah disebut-sebut menjadi bagian angkatan laut Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan catatan sejumlah antropolog, Suku Bajo lari ke laut karena menghindari perang dan kericuhan di darat. Sejak itu bermunculan manusia-manusia perahu yang sepenuhnya hidup di atas air.

Nama Suku Bajo diberikan oleh warga suku lain di Pulau Sulawesi sendiri atau di luar pulau Sulawesi. Warga Suku Bajo menyebut dirinya Suku Same dan mereka menyebut Suku Bagai untuk warga di luar Suku Same. Nama Bajo, sebenarnya berarti perompak atau bajak laut. Pasalnya di zaman dulu kalangan perompak berasal dari Suku Same. Belakangan, nama Suku Bajo benar-benar menjadi pengganti nama Suku Same. Uniknya Suku Same tersebar ke seluruh nusantara dengan sebutan suku laut atau Suku Bajo.

Untuk mempermudah penyusuran lokasi manusia perahu, tim ekspedisi SCTV mengirimkan periset untuk menyisiri perkampungan-perkampungan nelayan di Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Bombana, Sulteng. Saeba, begitulah nama periset yang dikirim. Di masa kanak-kanaknya, Saeba bermukim di Desa Maosangka, Pulau Muna. Dia memiliki teman kecil yang bermukim di atas perahu bernama Wabonde. Sebulan silam, Saeba mengaku masih menjumpai Wabonde dengan perahu soppenya melintasi Desa Lore, Pulau Kabaena.

Setelah menjemput Saeba di permukiman Suku Bajo di kawasan Raha, Pulau Muna, tim eksepedisi melanjutkan perjalanan ke Pulau Pasir Padangan. Setelah sekitar tiga jam menyusuri perairan Selat Muna, akhirnya tim ekspedisi bertemu warga Suku Bajo di Pulau Pasir Padangan. Kedatangan tim ekspedisi langsung disambut penduduk. Sebenarnya pulau ini adalah Gusung atau Pulau Karang. Karena itu, Gusung ini menyimpan keindahan laut dengan terumbu karangnya dan pasir putih di atas pantainya.

Dari Pulau Pasir Padangan, tim ekspedisi bersiap-siap menuju kawasan Maosangke. Di sana terdapat Desa Kaudani, perkampungan nelayan yang berada di sebelah selatan Pulau Muna. Berdasarkan perkiraan Saeba, kawasan Maosangka adalah tempat yang sering disinggahi Suku Bajo Seanomade untuk mendapatkan air bersih. Di desa ini, keberadan rumah di atas air adalah potret kehidupan warga Suku Bajo di sana.

Namun harapan Saeba yang dulu pernah menjadi Kepala Desa Kaubani untuk bertemu Wabonde tak bersambut. Di desa yang sebagian besar rumah warga di atas air ini tokoh yang dicari belum juga dijumpai. Perjalanan mencari manusia perahu atau Suku Bajo Seanomade pun harus terus dilakukan. Kali ini, kami mencoba mencapai Pulau Kabaena. Sejumlah warga di Desa Kaudani menuturkan mereka pernah menjumpai manusia perahu di kawasan itu.(ORS/Syaiful H. Yusuf dan Teguh Prihantoto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.