Sukses

Mimi Rasinah, Legenda Hidup Masyarakat Indramayu

Nyaris sepanjang hidup perempuan berusia 74 tahun itu benar-benar bersatu dengan tari topeng khas Indramayu. Berbagai pentas internasional pun pernah dijajali. Termasuk juga sisi hidupnya yang berakhir tragis.

Liputan6.com, Jakarta: Siang itu di sebuah rumah di Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diramaikan tetabuan gendang, saron, dan kecrek. Mimi Rasinah saat itu terlihat berlenggok. Rupanya, perempuan berusia 74 tahun itu tengah memperbaiki gerakan-gerakan tari pamindo yang menjadi bagian dari delapan ragam tari topeng. Rencananya, Ambika, seorang penari muda yang diajarinya akan menemani Rasinah berpentas di sebuah kampung di kawasan Bidasari, Kabupaten Indramayu. Sesekali perempuan tua itu juga memperbaiki ketukan kecrek yang dimainkan cucunya, Edi Suryadi. Ketergantungan Rasinah pada tiga instrumen alat tradisional itu memang sangat kental. Kesalahan ketukan satu di antara instrumen, bisa membuat spirit tarian ikut bergeser.

Rasinah memang terlahir dari keluarga seniman yang menekuni tari topeng khas Indramayu secara turun-temurun. Sejak usia lima tahun, ia telah disiapkan oleh ayahnya, Lastra, seorang dalang (penari) topeng, juga kelak menjadi dalang topeng. Dia mengaku senang menjadi penari. Apalagi, saat itu, orangtuanya adalah orang yang tak punya. Pada umur tujuh tahun, Rasinah kecil mulai mengamen. &quotKalau tidak ngamen, ya, tidak dapat makanan,&quot ujar Rasinah.

Namun baru di usia sembilan tahun, Rasinah berkesempatan mentas di tempat hajatan, seperti yang masih dilakukannya hingga sekarang ini. Sebelum naik panggung, ia harus menyiapkan seluruh dirinya untuk memasuki perjalanan spritual seorang penari. Ngelmu, misalnya. Dia harus puasa, makan nasi ketan selama 40 hari, makan pisang selama 21 hari, dan makan daun selama tujuh hari. Tak hanya itu. Rasinah juga harus makan cabe yang jumlahnya ganjil. Berhubung tak kuat, syarat terakhir itu hanya dijalaninya selama tiga hari.

Nyaris sepanjang hidupnya, Rasinah telah benar-benar bersatu dengan tari topeng Indramayu. Termasuk juga pada bagian-bagian hidupnya yang paling tragis. Kehilangan orangtuanya ketika masih berumur 13 tahun karena ditembak Belanda, ditinggal mati dua anaknya bersama suaminya yang pertama, dalang Tamar. Lalu juga kehilangan suaminya yang kedua, dalang Amat. Diikuti dengan kemelaratan selama puluhan tahun. Semua tadi justru terjadi di tengah usianya yang mulai senja. Ketika itu ia sendiri sudah tidak lagi menari selama 20 tahun.

Kini, Rasinah menjadi legenda bagi masyarakat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Melalui tari topeng yang telah digelutinya lebih dari setengah abad, Rasinah telah melambungkan nama kampungnya ke berbagai pentas internasional. Di antaranya, di Jepang, Prancis, Swiss, Belgia, dan Belanda. Bahkan, hingga usia senja perempuan tua ini masih tetap aktif menggeluti kesenian tradisional tersebut.

Setelah Ambika bisa memainkan seperti keinginannya, siang itu juga rombongan Rasinah berangkat. Dia membawa seorang cucunya Eli, Ambika, dan dua orang nayaga [para pemain musik]--termasuk Edi. Dia harus terus membawa nayaganya lantaran tak banyak pemusik tradisional yang ada di Kabupaten Indramayu yang dapat mengiringnya menari. Pentasnya kali ini sebuah panggung sederhana yang disediakan pemangku hajat, Rojali yang tengah hajatan rosulan. Rasinah tampil lebih dulu dengan tari pamindo.

Tak lama kemudian, sejumlah penonton mulai melemparkan selendang yang berisi uang. Duit pemberian atau saweran pun terus mengalir. Usai pertunjukan, para penonton berebut menyalami Rasinah dan dua penari lainnya. Mungkin karena rasa kagum. Tapi, Rasinah tak larut dalam kesenangan itu. Dia harus bergegas ke panggung lain. Maklum, hari itu juga bersama kelompoknya, dia harus memenuhi undangan di tempat lain.(AWD/Syaiful Halim dan Satya Pandia)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini