Sukses

Arakan Pengantin Tradisional Jambi

Kekhasan pesta pernikahan adat tiga kabupaten di Jambi digelar di Taman Mini Indonesia Indah. Sayangnya, pesta budaya ini tak dikemas menjadi paket wisata yang dipromosikan ke mancanegara.

Liputan6.com, Jakarta: Rebana khas masyarakat Jambi yang disebut i>kompangan bergema. Bunyi-bunyian ini menandai dimulainya prosesi perkawinan adat tiga kabupaten di Jambi. Parade perkawinan asli provinsi di Pulau Sumatra ini digelar di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, baru-baru ini.

Di barisan terdepan, sejumlah perempuan membawa tempat sirih. Para gadis yang mengenakan pakaian merah ini menjadi pembuka jalan bagi seluruh rombongan sebagai syarat pengantin akan tiba. Sebagai balasannya, tuan rumah akan menyambut para pembawa sirih ini dengan menebarkan beras kuning.

Di barisan kedua, tampak iring-iringan pasangan pengantin tradisional dari Kabupaten Bungo. Kedua mempelai mengenakan busana kebesaran daerah dengan warna dominan hijau tua. Mereka diiringi gendang dan rebana. Anggota kelompok ini membawa dua bibit kelapa, pasangan ayam jantan dan betina, serta pukat dan jalu. Tiga barang ini menjadi simbol sekaligus harapan sumber nafkah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Bibit kelapa mengingatkan agar pasangan memanfaatkan lahan pertanian. Ayam melambangkan usaha peternakan, sedangkan jalu dan pukat untuk kepentingan melaut. Tradisi Jambi sangat dipenguruhi ajaran Islam sehingga tradisi perkawinan ini sangat Islami. "Hampir semua kegiatan adat semuanya bersandikan pada Islam," kata H. Usman Hasan, Sekretaris Daerah Kabupaten Bungo.

Rombongan pengantin dari Kabupaten Tanjungjabung Barat berjalan perlahan di barisan berikut. Parade ini menggambarkan kunjungan balasan pengantin perempuan ke pihak keluarga laki-laki. Dalam tradisi Kuala Tungkal, kedua mempelai diperlakukan tak ubahnya raja dan permaisuri sehari. Mereka di arak di atas kereta perahu lancang kuning.

Di depan mereka, pasangan tepak sirih beriringan. Barisan ini menandakan harapan akan perdamaian dan persamaan dalam keluarga. Ada juga payung kuning sebagai perlambang keinganan akan hadirnya kebesaran, keteduhan, dan perlindungan saat menjalani rumah tangga. Sejumlah pengawal berjalan tegap melindungi pengantin yang tampak menawan dalam hiasan keemasan. Para pengawal melambangkan harapan agar selalu dijaga dalam menghadapi godaan dan mara bahaya.

Simbol-simbol kemakmuran dan kesejahteraan juga dilukiskan melalui anggota rombongan yang membawa panji-panji. "Dia punya khas sendiri, percampuran antara sebagian adat Minang, Sumatra Selatan, dan Melayu," ujar Bupati Tanjungjabung Barat Usman Ermulan.

Rombongan berikutnya adalah pasangan pengantin dari Kabupaten Batang Hari. Yang unik di sini, sebelum ke rumah mempelai pria, pengantin perempuan harus mengaji dahulu. Sang pengantin membaca surat yang diambil dari Alquran. Setelah itu para pengantin bersama para orang tua, sesepuh, dan kerabat berjalan beriringan menuju rumah mempelai pria.

Kedua pengantin mengenakan busana kebesaran Batang Hari yang dijaga dua pengawal yang berbalut pakaian mirip punggawa kerajaan yang mengawal raja dan ratu. Tetabuhan kompangan juga menjadi musik pengiring rombongan. Sayup-sayup terdengar marhaban dan janji-janji khas Islam. Ini membuktikan bahwa agama Islam mewarnai budaya asli Batang Hari.

Pergelaran adat ini mendapat perhatian cukup banyak dari pengunjung TMII. Sebab, memang kekhasan adat dapat menjadi tontonan yang menarik. Diharapkan, acara seperti ini tak melulu diselenggarakan di tempat wisata seperti TMII. Sebab, jika dikemas dengan baik, pesta adat tersebut bisa menjadi paket wisata yang dapat menarik turis lokal maupun mancanegara.(TNA/Syaiful Halim dan Satya Pandia)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini