Sukses

Kasus Pencabulan Anak Menghantui Keluarga Miskin

Pencabulan seorang ayah terhadap anak belakangan ini marak. Kasus ini banyak menimpa keluarga miskin. Pengadilan diharapkan bisa menghukum pelaku lebih berat.

Liputan6.com, Ciawi: Pencabulan seorang ayah terhadap anak terjadi di Desa Muara Jaya, Ciawi, Jawa Barat, baru-baru ini. Anton Sunoto, seorang tukang ojek tega mencabuli anak tirinya yang masih berusia 10 tahun. Keluarga miskin ini pun harus menerima aib hanya karena nafsu birahi sang ayah yang tak terkendali.

Bocah lugu yang baru menginjak usia 10 tahun itu sebut saja Melati. Tak seperti anak-anak lain di usia belianya ini, Melati harus menerima nasib tragis. Dalam dua bulan terakhir, Anton tega menyetubuhi Melati, ketika ibu Melati bekerja. Kepada polisi, Anton mengaku tertarik terhadap anak tirinya karena sering melihat Melati telanjang di kamar mandi. Saat itulah, hasrat Anton mulai menggebu-gebu, sehingga lupa bahwa Melati masih seorang bocah ingusan.

Di pekan yang sama, kasus incest atau pencabulan seorang ayah terhadap anak perwaliannya juga terjadi di Palembang, Sumatra Selatan. Ironisnya, kesamaan kasus ini yakni menimpa keluarga miskin. Motif pencabulannya pun hanya karena ada kesempatan yakni ketika sang ibu meninggalkan rumah dan ayah-tiri yang mestinya menjadi pagar justru merusak bunga yang tengah kuncup.

Pola kasus incest yang terjadi di Ciawi dan Palembang itu, sebenarnya tak jauh berbeda dengan kasus-kasus serupa yang sering ditangani Divisi Perempuan dan Anak Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Hampir semua kasus terjadi pada keluarga miskin dan tidak ada indikasi kelainan seksual pada pelaku. Satu yang pasti karena ada kesempatan.

Menurut Kepala Divisi Perempuan dan Anak LBH Jakarta Sri Mumpuni, yang membedakan kasus per kasus adalah sanksi atau vonis hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku. Vonis cenderung terlalu ringan. Padahal, kata Sri, untuk pelanggaran Pasal 290 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini, hakim bisa menjatuhkan hukuman maksimal 12 tahun penjara [baca: Haryanto Memperkosa Putrinya Selama Tiga Tahun].

Di luar sanksi hukum berdasarkan KUHP, Sri menambahkan, pemerintah juga baru saja memiliki sumber hukum lain yakni Undang-undang Perlindungan Anak yang juga memberi peluang untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak. Namun, keampuhan ketentuan hukum itu tentu masih perlu pembuktian, sehingga kasus-kasus incest yang sebenarnya cukup tinggi tak diselesaikan di meja hijau. Namun, para terdakwa pencabulan itu pun bisa dijerat hukuman yang setimpal dengan risiko trauma para korban.(DEN/Syaiful Halim dan Yudhi Wibowo)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini