Sukses

Penertiban PMKS Dinilai Cenderung Melanggar HAM

Operasi penertiban Dinas Tramtib DKI Jakarta terhadap para PMKS cenderung melanggar HAM. Petugas Tramtib kerap bersikap kasar, tanpa menanyai identitas sasaran penertiban terlebih dulu.

Liputan6.com, Jakarta: Selama sepekan silam, aparat Dinas Ketentraman dan Ketertiban DKI Jakarta, gencar menertibkan warga yang diduga penyandang masalah kesejahteraan sosial alias PMKS. Sayangnya, dalam operasi itu, aparat terkesan bertindak di luar prosedur. Menangkap seseorang tanpa menanyai identitas terlebih dulu, misalnya. Operasi penertiban ini dinilai banyak melanggar hak asasi manusia. Sebut saja dalam operasi yang digelar di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, Kamis malam pekan silam.

Malam itu menjadi mimpi buruk bagi kalangan wanita yang tengah berada di kawasan tersebut. Betapa tidak, sekelompok aparat Tramtib Jakarta tiba-tiba menyergap. Tentunya, mereka juga sempat melawan dan menolak diboyong ke atas truk aparat Tramtib. Namun, perlawanan sia-sia. Sebab, petugas Tramtib yakin mereka menjalankan praktik prostitusi yang tergolong dalam kasus PMKS.

Pada waktu nyaris bersamaan, petugas Tramtib juga menggelar operasi serupa di lima wilayah Jakarta. Alhasil, 29 warga yang diduga kalangan PMKS--tanpa diidentifikasi terlebih dulu--malam itu juga digelandang ke Panti Sosial Bina Karsa di Kedoya, Jakarta Barat. Mereka harus menginap di panti sambil menunggu penyaluran ke tempat rehabilitasi lainnya [baca: Puluhan PSK di Jakarta Terjaring Operasi].

Sikap aparat Tramtib yang tanpa menanyai terlebih dulu itu disesalkan warga yang terkena operasi. Ririn, misalnya. Dia memprotes sikap aparat yang menangkap seenaknya. Padahal Ririn yang mengaku berprofesi sebagai model itu berada di Melawai sedang makan bersama kakaknya, bukan seperti yang diduga petugas Tramtib. Berbeda dengan Ririn, Yani Gunawan menyayangkan sikap petugas yang kasar. Selain membentak, petugas juga menyeret para PMKS.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Johnson Panjaitan menilai, penertiban yang berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 itu sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Satu cara supaya kasus serupa tak terulang, Johnson mengingatkan pihak Pemda Jakarta terlebih dulu harus mengakui keberadaan mereka sebagai warga Ibu Kota, sekaligus profesinya.

Setelah itu, kata Johnson, baru dilakukan pengawasan dan pembatasan atas perkembangan kegiatan kalangan PMKS ini. Dengan begitu, tidak perlu digelar operasi penertiban. Sebab, selain berisiko melanggar HAM, operasi seperti itu juga dikhawatirkan akan menelan korban jiwa. "Buntut-buntutnya malah akan semakin menyuburkan rasa tidak tentram bagi warga Ibu Kota," kata Johnson.

Bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, operasi penertiban PMKS ini dianggap telah berjalan sesuai prosedur. Menurut Kepala Dinas Tramtib Jakarta Firman Hutajulu, aparat telah bertindak sesuai aturan, tanpa mengabaikan hak sipil mereka. Menurut Firman, jika terjadi upaya pemaksaan, itu lantaran obyek penertiban melawan [baca: Tak Memiliki KTP, Enam Wanita Penghibur Ditahan].(DEN/Syaiful Halim dan Prihandoyo)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.