Sukses

Menahan Rindu Keluarga di Pesantren

Sejumlah remaja menjalani kehidupan berpuasa di pesantren. Mereka tak cuma menahan hawa nafsu, tapi juga harus bisa menekan rasa rindu keluarga.

Liputan6.com, Jakarta: Menjalankan ibadah puasa di pondok pesantren memiliki arti tersendiri bagi kalangan santri. Selain dituntut menahan kerinduan terhadap keluarga, mereka pun harus tetap memperdalam pengetahuan agama. Berlatih kesenian betawi semacam marawis hanyalah satu di antara kegiatan yang dilakukan para santri di sebuah pondok di kawasan Jakarta Barat, di bulan Ramadan.
Kegiatan ini biasanya dilakukan selepas salat Dhuhur sambil menunggu datangnya waktu salat Ashar.

Ada juga santri yang mengisi waktu dengan bermain sepak bola. Mereka mengabaikan rasa haus yang setiap saat menggoda, sekadar untuk mendapatkan kesenangan. Sedangkan bagi sejumlah santri pria lain tidur di masjid menjadi pilihan yang lain.

Berbeda dengan santri pria, santri wanita umumnya memilih kegiatan lain selama waktu senggang. Mereka misalnya tetap menekuni pendidikan komputer yang menjadi materi pendidikan tambahan di pondok pesantren. Dengan cara ini, mereka mencoba tetap menambah pengetahuan sambil menahan rindu terhadap keluarga.

Bagi pengelola pondok pesantren, Ramadan dijadikan sebagai bulan evaluasi bagi pengajar dan siswa. Itulah sebabnya, jam belajar pun dikurangi dengan memberikan lebih banyak kesempatan kepada para santri untuk beritikab atau bertadarus. Menjalankan puasa di pondok pesantren wajib dijalani para santri selama 21 hari. Sebab, pada hari ke-22, para santri diperkenankan pulang ke rumah untuk merayakan hari raya Idul Fitri.(RSB/Syaiful Halim dan Arry Trisna)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini